Biografi
Presiden Soekarno
Presiden Indonesia ke-1 |
Soekarno
dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan
seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan
beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini
sebelum Soekarno lahir.
Ketika dilahirkan,
Soekarno diberikan nama Kusno oleh orangtuanya. Namun karena ia
sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno
oleh ayahnya. Nama tersebut diambil
dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno"
karena dalam bahasa Jawa huruf
"a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su"
memiliki arti "baik"
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung,
Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya
memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia
bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere
School (ELS) untuk memudahkannya diterima
di Hogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan
berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS
atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno
di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpinSarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian
"Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Soekarno bersama mahasiswa pribumi TH Bandung tahun 1923. Baris belakang
dari kiri ke kanan: M. Anwari, Soetedjo, Soetojo, Soekarno, R. Soemani,
Soetono/Soetoto(?), R. M. Koesoemaningrat, Djokoasmo, Marsito. Duduk di depan:
Soetono/Soetoto(?), M. Hoedior
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Saat
di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji
Sanusi yang merupakan anggotaSarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia
berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische
Partij.
Sebagai arsitek
Bung
Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni
dari Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan
tamat pada tahun 1926.
Pekerjaan
·
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga
merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
·
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan
merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh terhadap karya arsitektur
Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam
menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru
merdeka.
Soekarno
membidik Jakarta sebagai
wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang
diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior
untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.
·
Masjid Istiqlal 1951
·
Monumen Nasional 1960
·
Gedung Conefo
·
Gedung Sarinah
·
Wisma Nusantara
·
Hotel Indonesia 1962
·
Tugu Selamat Datang
·
Monumen Pembebasan Irian Barat
·
Patung Dirgantara
·
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan
sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural
kepada pemerintah Arab Saudi agar
membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang
melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk
melakukan tawaf
·
Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang
diresmikan pada tahun 1957
Masa pergerakan
nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi
terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java
cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan
tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia
mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java
diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa
Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.
Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno
di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan
ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara
Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan di
pengadilan Landraad Bandung 18 Desember 1930 ia membacakan pledoinya yang
fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan
kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung
dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno
kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores.
Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi
Bengkulu, ia baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Masa penjajahan
Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan
Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad
Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga
lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai
organisasi seperti Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional
bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir
Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato
pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa
meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan
yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945,
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh
Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu
dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang
oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara
lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang
(resmi), Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Ruang tamu rumah
persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana,Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison
akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de
facto setelah mengadakan
pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha
menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan
pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir
Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945
adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semi presidensiil atau double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat
revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II
yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah
pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI)
dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat,
yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden
Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Soekarno. Resminya kedudukan Presiden
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer
dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan
yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai
"kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai
sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian".
Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh
militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden Soekarno dan
Nikita Khruschev
dalam sebuah pertemuan
Kepala Negara
|
Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961
disambut oleh Presiden John F. Kennedy
|
Presiden Soekarno, Presiden Osvaldo Dorticos, Fidel Castro danChe
Guevara,
pada 9 Mei 1960, kunjungan
kenegaraan ke Havana,Kuba
|
Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung
24
November 1956, Peking, Tiongkok |
Masa Marabahaya
Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sedikitnya pernah mengalami
percobaan pembunuhan lebih dari satu kali, Putrinya, Megawati Soekarnoputri pernah menyebut angka 23. "Saya
ingin mengambil satu contoh konkrit, Presiden Soekarno itu mengalami percobaan
pembunuhan dari tingkat yang namanya baru rencana sampai eksekusi (sebanyak) 23
kali," tutur Mega pada Juli 2009. Sementara itu, angka
lebih kecil keluar dari mulut Sudarto Danusubroto. Dia
ajudan presiden pada masa-masa akhir kekuasaan Soekarno. Sudarto pernah
mengatakan ada 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Soekarno. Jumlah ini pernah
diamini oleh eks Wakil Komandan Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan.
Namun bekas pengawal pribadinya, hanya mampu mengingat 7 kali upaya percobaan
pembunuhan.
Soekarno di antara barisan prajurit
|
Granat Cikini
Pada 30 November 1957, Presiden Soekarno
datang ke Perguruan Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam
rangka perayaan ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba meledak di tengah
pesta penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100 orang terluka, termasuk
pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga orang
ditangkap akibat kejadian tersebut. Mereka perantauan dari Bima yang dituduh
sebagai antek teror gerakan DI/TII.
Penembakan
Istana Presiden
Pada 9 Maret 1960, Tepat siang bolong
Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon
23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah Letnan AU
yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar
dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno
tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana
Presiden. Maukar sendiri membantah ia mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya
sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak
melihat bendera kuning dikibarkan di Istana – tanda presiden ada di Istana.
Aksi ini membuat 'Tiger', call sign Maukar, harus mendekam di bui selama 8
tahun.
Pencegatan
Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri Uni
Soviet saat itu, Nikita
Kruschev mengadakan
kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri mengunjungi Bandung,
Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat.
Tatkala, sampai di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota DI/TII
melakukan penghadangan. Beruntung pasukan pengawal presiden sigap meloloskan
kedua pemimpin dunia tersebut.
Granat
Makassar
Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno
tengah berada di Makassar.
Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika
itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat. Granat
itu meleset, jatuh mengenai mobil lain. Soekarno selamat. Pelakunya Serma
Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati.
Penembakan
Idul Adha
Pada 14 Mei 1962, Bachrum sangat
senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam barisan
jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno, dia
mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke
tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng,
dan peluru meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul
Arifin. Haji Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.
Penembakan
mortir Kahar Muzakar
Pada 1960-an, Presiden Soekarno dalam
kunjungan kerja ke Sulawesi. Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan
Terbang Mandai, sebuah peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar.
Arahnya kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno sekali
lagi, selamat.
Granat
Cimanggis
Pada Desember 1964, Presiden Soekarno
dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi
kendaraan. Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok
dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno kurang
nyaman. Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil
presiden. Beruntung, jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang
melaju. Soekarno pun selamat.
Pembunuhan
karakter
Dekade 1950-an dan 1960-an, Amerika melalui
perpanjangtanganannya Central Intelligence Agency tidak hentinya berusaha campur tangan
dalam setiap urusan negara orang lain. Di Indonesia selain peristiwa
terbongkarnya misi Allen Pope, ada juga misi rahasia yang bertujuan membunuh
karakter dan kewibawaan Presiden Soekarno melalui agitasi dan propaganda media
popular via produksi film porno yang diperankan oleh pemeran yang mirip
Soekarno. Tujuan dari kampanye hitam ini adalah mengubah persepsi masyarakat
internasional terhadap Soekarno yang anti kapitalisme dan mengagumi kaum Hawa
tetapi tunduk tak berdaya di bawah kendali agen rahasia Rusia.
"Kesuksesan itu menginspirasi para
pejabat CIA membuat langkah lebih jauh lagi. Mereka berniat memproduksi film
porno Soekarno dengan seorang wanita pirang yang dibuat seolah-olah pramugari
Rusia itu," tulis Blum mengutip pengakuan mantan agen CIA, Joseph
Burkholder Smith, yang menulis buku Portrait
of a Cold Warrior. Kepala Kepolisian Los Angeles sampai turun tangan
mencari pria berkulit gelap yang sedikit botak dan wanita pirang yang cantik.
Tak ada yang mirip Soekarno, CIA membuat topeng khusus yang mirip Soekarno
kemudian dikirim ke Los Angeles. Bintang porno disuruh memakai topeng Soekarno
selama beradegan mesum. CIA merekam dan mengambil foto-foto adegan biru
tersebut.
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison
dalam Feet to the Fire: CIA
Covert Operations in Indonesia, 1957-1958, film porno itu dikerjakan di
studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan
sebagai bahan bakar tuduhan bahwa Soekarno (diperankan pria Chicano)
mempermalukan diri dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang
Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai penerbangan. “Proyek ini
menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski tampaknya tak pernah digunakan,”
tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since
World War II.
Namun foto-foto itu akhirnya tak jadi
disebarluaskan. Banyak versi kenapa CIA batal menyebarkan adegan mesum itu.
Sebagian peneliti menilai kampanye hitam seperti itu tak mempan untuk
menjatuhkan Soekarno. Apalagi ada mitos yang percaya jika seorang laki-laki
gagah dan berkuasa, sah-sah saja berhubungan dengan banyak wanita. Toh raja-raja
di nusantara pun dulu memiliki banyak istri dan selir. “Nasib akhir dari film, yang berjudul Happy Days, tak pernah
dilaporkan.
Masa embargo negara
Adi Kuasa
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan,
Indonesia terjepit pada dua blok negara Adi Kuasa dengan ideologi yang
bertentangan satu sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan sekutu
di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan Tiongkok.
Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai
kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika tidak dapat berkutik
ketika Allen Lawrence Pope, agen Central Intelligence Agency tertangkap tangan. Tawar-menawar
penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya menyudahi embargo ekonomi dan
menyuntik dana ke Indonesia, termasuk menggelontorkan 37 ribu ton beras dan
ratusan persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu setelah diplomasi
tingkat tinggi antara John F.
Kennedy dengan
Soekarno. Sementara Rusia menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena
genosida terhadap elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965-1967. Indonesia
sendiri terjepit di antara geopolitik Asia Tenggara, Malaysia yang dianggap
Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura yang memisahkan diri
sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno mengumumkan sikap
konfrontatif terhadap pembentukan negara federasi Malaysia pada Januari 1963.
Sehingga pada 1964-1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16
September 1963 tersebut diembargo Soekarno. Singapura membuka keran kerja sama
dan berusaha dengan segala cara untuk mempertahankan perdagangan dengan
Indonesia meski telah diboikot dan diembargo. Hal ini dianggap merugikan aspek
ekonomi bagi Singapura akibat konfrontasi tersebut.
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal
dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh
terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi
demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya
meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI
karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap
Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan
perintah kepada Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan
Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS
pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan
Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada
Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila
presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato
pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum
ke-IV MPRS. Pidato tersebut
berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Sakit Hingga
Meninggal
Pemakaman Soekarno pada 22 Juni 1970 di Blitar, Jawa Timur |
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur |
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap
gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger
dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno
diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia bertahan selama 5 tahun sebelum
akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
(RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik. Jenazah Soekarno pun
dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari
Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno
sempat dilakukan oleh Dokter Mahar
Mardjono yang
merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah
komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta
Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal
sebagai berikut.
1.
Pada
hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Soekarno
semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2.
Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Soekarno dalam keadaan
tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3.
Tim
dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga
saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan
Presiden Soeharto memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres
RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar
sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan
makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal
M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa
berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran
Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno". Prangko
yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang benderaMerah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno
dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Prangko pertama
memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah
menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di
perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di
atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir
memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat
prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set
oleh Perum Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan
juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos,
dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko yang menampilkan Soekarno juga
diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang
tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962. |
Nama Soekarno diabadikan sebagai nama
gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut,
yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno,
didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta.
Pada masa Orde Baru,
kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora
Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman
Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno.
Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung
Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga
Soekarno dan Fatmawati.
Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran
Bung Karno, Nation and
Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki
tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno
membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut
ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Di
antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu
pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno
mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan
sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah
menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada
sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda
tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar
dalam register emas JMLondon, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London
serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan
lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang
UBCN (Brasil)
dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi
garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland. Meskipun emas
yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang
memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara
lain Universitas Gajah Mada(19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963),Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut
Agama Islam Negeri Jakarta (2
Desember 1963), Universitas Padjadjaran(23 Desember 1964),
dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara itu, Universitas Columbia (Amerika
Serikat), Universitas Berlin dan Universitas Heidelberg (18 Juni 1956, Jerman), Universitas Lomonosov (Rusia) danUniversitas Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa
universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris
Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah
meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika
Selatan Thabo Mbeki.
Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions
of OR Tambo yang diberikan
dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.
Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan. Penghargaan
lainnya Bintang
Mahaputera Adipurna (1959),
Lenin Peace Prize (1960), Philippine
Legion of Honor(Chief Commander, 3 Februari 1951).
Daftar istri
Presiden Ir. Soekarno
·
Oetari
·
Inggit Garnasih, memiliki anak dari Soekarno bernama Ratna Juami (anak
angkat) dan
Kartika (anak angkat)
·
Fatmawati, Dari Fatmawati kemudian Ir. Soekarno memiliki anak bernama
Guntur
Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri dan Guruh
Soekarnoputra
·
Hartini, Dari Hartini Ir. Sokarno kemudian memiliki anak bernama
Taufan Soekarnoputra
dan Bayu Soekarnoputra
·
Kartini Manoppo , Ir. Soekarno
memiliki anak bernama Totok Suryawan Soekarnoputra
·
Ratna Sari Dewi, Ir Soekarno memiliki anak bernma Karina Kartika Sari Dewi
Soekarno
·
Haryati, Ir. Soekarno memiliki anak bernama Ayu Gembirowati
·
Yurike Sanger
·
Heldy Djafar
Berikut Kumpulan Amanat Presiden Soekarno