Biografi
Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa Tempuran Kabupaten Kendal dari pasangan suami isteri K.H. Muhammad Marhum Bin Abi Sujak Seorang Penghulu Landerad di Kendal dan Siti Rahmah, pada waktu usia Dia sekitar 6 tahun ayah Dia wafat (Semoga Allah Mengasihinya), sehingga Dia mendapat sentuhan kasih sayang dari seorang ayah dalam waktu yang singkat, yaitu selama 6 tahun. pada usianya yang begitu muda itu (6 tahun) itu dia (Ki Ahmad) sudah diasuh oleh kakaknya yang bernama Nyai Rajiyah istri Kiai As'ari seoarang ulama pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Kaliwungu.
Di sinilah Syekhina belajar ilmu agama kepada kiai As'ari dan diamalkan melalui dakwah lisan dan tulisan kepada rakyat sekitarnya, sebelum sampai kesuksesannya menelurkan banyak karya ilmiah yang sarat ilmu dan patriotisme serta cita-cita kemerdekaan yang justru menghadirkannya pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan baginya dan bagi kita (dampaknya sampai sekarang) yaitu: berpisah dengan keluarga dan menikmati masa masa terakhir hidup dalam pengasingan meski sempat ada komunikasi lewat surat-menyurat dengan Maufuro tetapi setelah ketahuan Belanda hubungan benar-benar putus dan para murid semakin terpojok oleh isolasi Belanda, kitab-kitab banyak disita Belanda dan sekarang cerita ini hanya diketahui oleh beberapa orang saja bahkan keturunan syeikhina dijawa tidak diketahui, tanah wakaf dijarah penduduk meski sebagian telah dibeli / dimerdekakan oleh para Saudara Rifaiyah yang semoga dimuliakan Allah serta isu klasik yang menyerang para muridnya ditambah tidak adanya regenarasi menjadikan kita minoritas kalah kuantitas bahkan mungkin kualitas.
Dia hidup dipengasingan sampai ajalnya menjemputnya di Ambon pada Kamis 25 Robiul Akhir 1286 H (usia 86 tahun), ada riwayat lain yang mengatakan dia wafat pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar, karena itu berarti dia panjang umur) di kampung Jawa Tondano Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan dimakamkan di komplek makam pahlawan Kiai Modjo di sebuah bukit yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton) .
mencari ilmu ke Mekkah dan Mesir
Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwahnya tegas, dalam usia 30 tahun, Ahmad Rifai berangkat keMekkah untuk menunaikan ibadah haji, ke Madinah ziarah Makam Rosululloh SAW dan memperdalam ilmu di sana selama 8 tahun. Dan kemudian di Mesir selama 12 tahun. Di Haramain (Mekkah dan Madinah) ia berguru kepada Syaikh Abdul Aziz Al Habisyi, Syaikh Ahmad Ustmandan Syaikh Is Al -Barawi. Sedang di Mesir ia berguru pada Syaikh Ibrahim Al Bajuri dan kawan-kawan.
Pulang ke Kendal menjelang kembali ke kampung halaman di Kendal, Kiai Haji Ahmad Rifai bertemu dengan ulama-ulama Indonesia di Mekkah ,Nawawi dari Banten, Muhammmad Khallil dari Madura dan teman yang lain. Dalam pertemuan itu, mereka mengadakan musyawarah untuk memikirkan nasib umat di Indonesia yang sedang terbelenggu oleh takhayul, kufarat dan mistis. Bahkan bangsa Indonesia sedang dalam cengkeraman Belanda hasil musyawarah yang mereka sepakati bersama, mengadakan pembaharuan dan pemurnian islam lewat pengajian, diskusi, dialog dan penerjemahan kitab-kitab bahasa Arab ke bahasa Jawa ( Jarwa'ake!).
Isi dalam karya diutamakan membahas ilmu pokok yaitu Aqidah Islamiah Ibadah - Muammalah dan Akhlak. Kiai Nawawi mengemban tugas menyusun kitab Aqidah, Ahmad Rifai Fiqih dan Muhammad Khallil menyusun Tasawuf. Pada tahun 1254 H Haji Ahmad Rifai telah selesai menyusun kitab Nasihatul Awam di Kalisalak Batang Pekalongan. Nawawi menetap di Banten dan Khllil di Madura. Bagi Syekh Nawawi , karena keadaan pada waktu itu masih di bawah jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik ulama selalu diawasi, termasuk kegiatan Nawawi, ia terpaksa kembali ke Mekkah untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada mahasiswa yang berdatangan ke sana dari berbagai negara.
Di Mekkah, ia tinggal disebuah perkampungan Syi'ib Ali sampai wafatnya. Muhammad Khallil memimpin pesantren dan sebagai guru tarekat muktabarah di Bangkalan Madura sampai akhir hayatnya. Sedang Ahmad Rifai sebelum hijrah ke Kalisalak, Haji Ahmad Rifai pulang ke desaTempuran Kendal ingin melepas rindu dengan keluarga. Namun Tuhan menghendaki lain, istri yang diharapkan bisa memberi semangat dalam perjuangan, telah tiada.
Meskipun demikian, semangat Syeikhina dalam menegakkan kebenaran mengalahkan kebatilan tidak menjadi surut. Tidak lama setelah pulang dari Mekkah, Syeikhina dia tidak diperkenankan tinggal di Kendal karena Haji Ahmad Rifai selalu mengkritik elit e agama ,birokrasi Belanda dan Masyarakat yang berkolaborasi dengan kolonial Belanda. Karena Menurut Syaikhina Belanda adalah kafir. Strategi Dakwah PesantrenKaliwungu Kendal adalah sebuah pemondokan para santri dari berbagai daerah belajar mengaji kitab salaf kepada seorang kiai asli keturunan Keraton Yogyakarta Kiai Asy'ari namanya kakak ipar Syeikhina, suami Nyai Rajiyah (kakak perempuan Syeikhina).
Di pesantren inilah Syeikhina dibesarkan dan memperoleh pendidikan dan pembinaan dari Kiai Asy'ari, setelah tumbuh menjadi pemuda dan dianggap cukup pengetahuan ilmu agamanya, Kiai Ahmad Rifai terjun ke dunia dakwah di Kendal, Wonosobo bahkan Pekalongan, di Kendal ia mendirikan pengajian dan menghimpun parasantri yang datang dari berbagai daerah, sehingga menjadi kelompok pengajian yang besar.
Keberhasilan Kiai Ahmad Rifai ini karena dakwah dan pengajiannya sangat menarik sebelum kegiatannya diketahui oleh pemerintah kafir kolonial setempat, Ahmad Rifai Kiai keturunan Kraton Yogyakarta ini telah berhasil menggalang kekuatan barangkali belum pernah dimiliki kiai-kiai lain. Sehingga pada saat ia diasingkan dari Kendal kemudian atas inisiatif sendiri menetap di Kalisalak , Kiai Ahmad Rifai sudah punya jaringan luas untuk mengembangkan ajarannya. Strategi dakwah yang dikembangkan kiai Ahmad Rifai saat itu antara lain: menghimpun anak-anak muda untuk dipersiapkan kelak menjadi kader-kader dakwah, karena pemuda adalah harapan keluarga dan masyarakat. Di tangan pemudalah urusan umat dan dalam derap langkah pemudalah hidupnya umat. Sekarang pemuda, esok pemimpin. Pemuda Qahar dan Maufuro adalah bukti hasil pengaderannya.
Menghimpun kaum dewasa lelaki dan perempuan dari kaum petani, pedagang dan pegawai pemerintah, dimaksudkan untuk memperkokoh strategi dakwah, penyokong utama dalam segi finansial dan dewan harian pelaksanaan dakwah pengajiannya itu. Mengunjungi sanak famili terdekat diajak bicara tentang kondisi agama, politik dan sosial yang dimainkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda dengan membuktikan fakta-fakta yang ada dan langkah yang akan ditempuh dengan dakwah dan pengajian, supaya memperoleh simpati keluarga. Para santri dan murid dianjurkan kawin antar sesama murid atau murid dengan anak guru, antar desa dan antar daerah dimaksudkan agar terjalin hubungan yang mesra dan saling menumbuhkan kasih sayang dan dapat mengembangkan ilmunya didaerah masing masing. Kiai Maufuro menikah dengan anaknya bernama Nyai Fatimah alias Umroh.
Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan khuruj berkunjung ke tempat lain yang miskin materi dan agama . Dengan kunjungan itu diharafkan akan memperoleh respon dari masyarakat atau mungkin paling tidak dapat membentengi pengaruh budaya barat yang merusak. Menghimpun kader-kader muslim terdiri dari santri dan murid dari berbagai daerah kemudian dijadikan mubalig untuk diterjunkan ke berbagai pelosok guna memberi dan menyampaikan dakwah ketengah masyarakat.
Mendatangi masjid-masjid untuk memperbaruhi arah salat ke arah menghadap kiblat. Masyarakatnya, disarankan agar tidak menaati pemerintah kolonial, Belanda di Indonesia telah merusak kepribadian dan kebudayaan bangsa.
Menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dengan kitab berbahasa Jawa yang mudah dipahami dan diamalkan dengan model karangan sendiri. Untuk menyesuaikan kondisi masyarakat pada waktu itu, dibuatkan kitab -kitab berbentuk syair atau nadzam yang indah dan dilagukan sedemikian rupa sehingga menarik minat pembaca dan pendengar, kertas putih, tulisan merah, untuk setiap Al Qur'an, Al Hadits, Qoulul Ulama (perkataan ulama) serta tiap kata awal dari syair (yang Mengilhami ditulisnya tulisan ini dengan huruf merah pada awal paragraf) serta hitam untuk tulisan makna dan komentar, penulisan ini sesuai dengan budaya bangsa sejak Sultan Agung Mataram XVI dalam penulisan kitab-kitab Arab.
Menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam yang diambil dari kitab karangannya, sehingga terbangan itu di sebut Jawan. Terbangan itu dimanfaatkan untuk mengingat pelajaran, hiburan pada saat ada hajatan dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang merusak. Budaya itu sengaja dibawa Belanda ke Indonesia untuk melawan budaya tanah air yang diwariskan oleh nenek moyang kita yang muslim dan mukmin.
Pindah Ke Kalisalak rupanya pemerintah kolonial merasa khawatir terhadap gerakan keagamaan Haji Ahmad Rifai itu berkembang di daerah kendal dan sekitarnya, karena gerakan yang semula dirintangi itu ternyata makin banyak pengikutnya dari daerah lain. Diduga kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap gerakan Ahmad Rifai ini, diilhami oleh kekhawatiran pemerintah kolonial akan munculnya kembali pemberontakan, seperti terjadinya Perang Diponegoro di Jawa Tengah pada 1825 - 1830.
Pemerintah tidak mau lagi jatuh kedua kalinya dalam satu lubang. Sebelum Mubalig Ulung lebih jauh melangkah, pemerintah kolonial mengambil langkah mengasingkan ulama kharismatik ini ke luar Kendal, tidak lain agar gerakan dia terhambat dan tidak berkembang. Atas kenyataannya ini kemudian ia memilih tempat tinggal di Kalisalak sebagai basis perjuangannya. Langkah ini ditempuh karena Kalisalak merupakan daerah strategis untuk medan dakwah dan memudahkan kontak hubungan dengan semua pihak dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pada umumnya masyarakat disana kaum petani yang pengetahuan agamanya perlu disempurnakan. Selain itu para murid yang pernah mendapat latihan mental waktu di Kendal adalah dari Krisidenan Pekalongan, di samping Karisidenan lain, seperti Maufuro Batang, Abu Ilham Batang, Abdul Azis Wonosobo, Abdul Hamid Wonosobo, Abdul Qohar Kendal, Muhammad Thuba Kendal, Imamtani Kutowinangun, Muh Idris Indramayu, Muharrar Purworejo, Mukhsin Kendal, Mas Suemodiwiryo Salatiga, Abdullah ( Dolak ) Magelang, Abu Hasan Wonosobo, Abu Salim Pekalongan, Abdul Hadie Wonosobo, Tawwan Tegal, Asnawi Pekalongan, Abdul Saman Kendal, Abu Mansyur Wonosobo, Abdul Ghani Wonosobo, Muhammad Hasan Wonosobo, Muhammad Tayyib Wonosobo, Ahmad Hasan Pekalongan, Nawawi Batang , Abu Nawawi Purwodadi.
Mereka itulah kader-kader Mubaligh tangguh yang berjasa mengembangkan pemikiran Haji Ahmad Rifai ke daerah - daerah Jawa Tengah danJawa Barat. Ketika Haji Ahmad Rifai berada di Kendal sempat menuklahkan putranya, Fatimah Alias Umroh dengan lurah Pondok, Maufuro bin Nawawi, Keranggonan ( sekarang Karanganyar ) Kecamatan Limpung. Setelah meninggalkan kota Kendal, Haji Ahmad Rifai sementara tinggal di rumah Kiai Maufuro menantunya.
Tidak lama kemudian Ahmad Rifai menikahi janda Demang Kalisalak Alm Martowidjojo namanya Sujainah lalu ia hidup bersama istrinya di Kalisalak. Di Kalisalak pada mulanya Kiai Haji Ahmad Rifai menyelenggarakan pengajian untuk anak-anak. Namun lembaga itu kemudian berkembang menjadi majelis pendidikan yang mencakup pula orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Satu hal yang menyebabkan pengajian haji Ahmad Rifai cepat terkenal adalah metode terjemahannya, baik Al-Quran, Al-Hadits maupun kitab-kitab karangan ulama Arab dan Aceh lebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa sebelum diajarkan kepada para murid, bahkan kelihatan sebagai kewajiban yang ditempuh secara sadar,seperti yang tersirat di dalam satu bait kitab Ri'ayatal Himmah karya Haji Ahmad Rifai, sebagai berikut:
Wajib saben alim adil nuliyan narajumah kitab Arab rinetenan supoyo wong jawi akeh ngerti pitutur saking Qur'an lan kitab - kitab Arab jujur kaduwe wong awam enggal ngerti milahur ningali kitab Tarjamah jawi pitutur
Artinya: Diwajibkan bagi setiap alim adil ( ulama akhirat ) untuk menejemahkan kitab Arab, agar orang jawa lebih mengerti ajaran dari Al Qurandan kitab-kitab Arab ( Hadits dan Ulama ) dengan benar sehingga orang awam mengerti dan segera melaksanakannya.
melihat ( membaca dan mempelajari ) kitab Tarjumah jawa sebagai ajaran. karena metodenya yang tepat manfaat maka tak mustahil pengajian Ahmad Rifai cepat berkembang. Para muridnya datang dari daerah yang dekat saja seperti Kendal, Batang dan Pekalongan tetapi juga berasal dari Kedu , Wonosobo, Magelang , Banyumas, Kerawang, Indramayu dan lainnya . Dan intensitas pengajaran tauhid , fiqh dan tasawuf rasional yang dijalankan oleh Haji Ahmad Rifai yang menyebabkan perbedaan antara tradisi keliru yang telah mapan dengan pemikiran barunya . Mendirikan Pesantren Kiai Haji Ahamd Rifai mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren di Kalisalak Batang . Sistem pengajaran yang menggunakan terjemahan bahasa jawa untuk memahami ajaran - ajaran islam , mendorong bertambahnya murid pesantren yang berdatangan dari berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara waktu itu kebiasaan di pondok pesantren masih berlaku pengajian kitab - kiatb berbahasa Arab saja , dan masih asing terhadap kitab kitab terjemahan. Menurut DR. Karel A. Steenbrink ( Sarjana Belanda ) bahwa di dalam sejarah dakwah , Ahmad Rifai bisa dianggap hampir satu - satunya tokoh yang bisa memberikan uraian tentang agama Islam tanpa memakai idiom - idiom Arab dan mampu mengarang buku dalam bahasa yang menarik karena memakai bentuk syair. Metodologi yang digunakan dalam pengajarannnya menggaunakan empat tahapan . Keempat tahapan itu adalah:
Tahapan Pertama ; Seorang santri harus belajar membaca kitab Tarojumah terbatas pada tulisan Jawa. Sistem pengajaran ini dinamakan ngaji irengan , mengejakan satu persatu huruf kemudian merangkum menjadi bacaan atau kalimat, tingkatan ini merupakan awal di dalam cara membaca kitab Tarojumah . Disamping itu para Santri harus menghafal syarat rukun iman, dan islam, ibadah salat dan wiridan " Angawaruhi Ati Ningsun.......!" atau " Sahadat Loro". Setelah Salat fardlu, diwajibkan mengikuti praktek Salat yang dipimpin oleh lurah -pondok yang bersangkutan .
Tahapan Kedua ; Mengaji dalil - dalil Al - Qur'an , Hadist dan Qoulul Ulama', yang terdapat Kitab Tarojumah. Dalam Tahapan ini Seorang Lurah pondok harus menguasai ilmu tajwid Al - Qur'an dan mampu mengaplikasikannya dalam bacaan Al-Qur'an dengan benar. Pengajian tahap ini disebut ngaji abangan karena memang tulisan Arab untuk dalil adalah berwarna merah atau ABANG atau disebut juga ngaji dalil karena hanya dalil saja yang dibaca. Di samping itu santri harus hafal dan bisa serta paham tentang Syarat - Rukun Puasa dan Salat.
Tahapan Ketiga ; Mengaji dalil dan makna jadi satu dari kitab - kitab Tarojumah , tahapan ini dinamakan ngaji lafal makno ( belajar menerjemahkan tiap kata dalil / kalimat dalil dengan bahasa jawa yang ada dibawah dalil itui ) , disini para santri membutuhkan kejelian dalam mencari arti.
Tahapan Keempat ; Seorang santri diajak memahami maksud yang terkandung dalam kitab - kitab Tarojumah , karena hampir setiap kalimat mempunyai makna harfiah dan tafsiriah yang tentunya membutuhkan keterangan dan pemahaman yang dalam . Kitab - kitab Tarojumah disusun dengan formula lengkap : Kamaknanan , Kamurodan , Kasarahan , Kamaksudan Dan Kapertelanan , atau dengan kata lain ngaji maksud , ngaji sorah , ngaji bandungan , atau ngaji sorogan . Pengajian ini berupa pembacaan dan penerangan isi kandungannya dan dilakukan oleh Syaikhina Haji Ahmad Rifai sendiri dihadapan para santri dan murid pilihan kemudian mereka satu persatu memcoba menirukan seperti apa kata dia . Dalam pengajian ini diajarkan pula oleh ulama' itu tentang ilmu dan amalan kesunahan yang tidak tertulis di dalam kitab - kitab Tarojumahnya.
Kitab - Kitab Tarojumah Karangannya Kitab -kitab karya Kiai Haji Ahmad Rifai di Jawa yang dapat diketahui pasti ada 62 buah judul kitab rangkuman berbagai soal keagamaan yang diambil dari Al - Qur'an dan Al - Hadits dan kitab - kitab bahasa Arab karangan ulama' - ulama' terdahulu yang diterjemahkan secara bebas kedalam bahasa Jawa , karenanya disebut Tarajumah , berisi ilmu Tauhid , Fiqih dan Tasawuf , memakai huruf Arab Jawa Pegon, sebagian besar berbentuk nadzam ( puisi tembang ), setiap empat baris dengan akhiran sama dan sebagian lagi natsar ( prosa ) atau natsrah ( nadzam dan natsar sekaligus ) , selain itu ada juga yang berbentuk miring yang disebut Tanbih Rejeng.
karya Tulis
Kitab - kitab yang disusun di pulau Jawa
ada 62:
Risalah berisi fatwa - fatwa agama ( 1254 H ) ;
Nasihatul 'Awam , berisi Nasihat kepada masyarakat / awam ( 1254 H ) ;
Syarihul Iman, berisi Bab Iman , Islam , Ihsan dan barang ta'alu' ( 1255 H ) ;
Taisir , berisi Ilmu Salat Jumat ( 1255 H ) ;
'Inayah , berisi Bab Khalifah Rosullulloh ( 1256 H ) ;
Bayan , berisi Ilmu meteodologi mendidik dan mengajar ( 1256 H ) ;
Jam'ul Masail , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1256 H ) ;
Qowa'id , berisi Bab Ilmu Agama ( 1257 H ) ;
Targhib , berisi Bab Makrifatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Besar , berisi Bab Hidayatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Kecil , berisi Bab Thariqotulloh ( 1257 H ) ;
Athlab , berisi Bab mencari Ilmu Pengetahuan ( 1259 H ) ;
Husnul Mitholab , berisi 3 Ilmu Agama ( 1259 H );
Thulaab , berisi Bab Kiblat Salat ( 1259 H ) ;
Absyar , berisi Bab Kiblat Salat ( 1259 H ) ;
Tafriqoh , berisi Bab Kewajiban Mukalaf ( 1260 H ) ;
Asnal Miqosod , Bab 3 Ilmu Agama ( 1261 H ) ;
Tafsilah , berisi Bab Kemntapan Iman ( 1261 H ) ;
Imdaad , berisi Masalah Dosa Takabur ( 1261 H ) ;
Irsyaad , berisi Bab Ilmu Manfaat ( 1261 H ) ;
Irfaq , berisi Bab Iman , Islam , dan Ihsan ( 1261 H ) ;
Nadzam Arja Safa'at , berisi Hikayat Isro' Mi'roj Nabi Sol'Am ( 1261 H ) ;
Jam 'ul Masail , berisi Bab Fiqih dan Tasawuf ( 1261 H );
Jam'ul Masail , berisi Bab Tasawuf ( 1261 H ) ;
Tahsin , berisi Bab Fidyah Salat Dan Puasa ( 1261 H ) ;
Showalih , berisi Kerukunan Umat Beragama ( 1262 H ) ;
Miqshadi , berisi Bab bacaan Al Fatihah ( 1262 H );
As'ad , berisi Bab Iman dan Ma'rifatulloh ( 1262 H ) ;
Fauziah , berisi Bab Jumalah Maksiat ( 1262 H ) ;
Hasaniah , berisi Bab Fardlu Mubadarah ( 1262 H ) ;
Fadliyah , berisi Bab Dzikrulloh ( 1263 H ) ;
Tabyanal Islah , berisi Bab Nikah Tholaq Rujuk ( 1264 H );
Abyanal Hawaij , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( Ushul-Fiqih-Tasawuf ) ( 1265 H ) ;
Takhirah Mukhtasar , berisi Bab Iman Islam ( 1266 H ) ;
Ri'ayatal Himmah , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1266 H ) ;
Tasyrihatal Muhtaj , berisi Masalah Mu'amalah ( EKSOS ) ( 1266 H ) ;
Kaifiyah , berisi Bab Tata Cara Salat ( 1266 H ) ;
Misbahah , berisi Bab Dosa Meninggalkan Salat ( 1266 H ) ;
Ma'uniyah , berisi Sebab Jadi kafir ( 1266 H ) ;
'Uluwiyah , berisi Bab Takabur karena Harta ( 1266 H ) ;
Rujumiyah , berisi Bab Salat Jum'ah ( 1266 H ) ;
Mufhamah , berisi Bab Mukmin dan Kafir ( 1266 H ;
Basthiyah , berisi Bab Ilmu Syariat ( 1267 H ) ;
Tahsinah , berisi Bab Ilmu Tajwid ( 1268 H ) ;
Tadzkiyah , berisi Bab Menyembelih Binatang ( 1269 H );
Fatawiyah , berisi Bab Cara Berfatwa Agama ( 1269 H ) ;
Samhiyah , berisi Bab Salat Jum'ah ( 1269 H ) ;
Rukhsiyah , berisi Bab Salat Jama' - Qosor dan Salat Musafir ( 1269 H ) ;
Maslahah , berisi Bab Pembagian Warisan Islami ( 1270 H ) ;
Wadlihah , berisi Bab Manasikh Haji ( 1272 H ) ;
Munawirul Himmah , berisi Bab Wasiat Kepada Manusia ( 1272 H ) ;
Surat kepada R. Penghulu Pekalongan ( 1273 H );
Tansyirah , 10 Wasiyat Agama ( 1273 H );
Mahabbatulloh , berisi Bab Nikmatulloh ( 1273 H ) ;
Mirghabut Tha'ah* , berisi Iman dan Syahadah ( 1273 H ) ;
Hujahiyyah , berisi Bab Tata Cara Berdialog ( 1273 H ) ;
Tashfiyah , Bab Makna Fatihah ( 1273 H ) ;
500 Tanbih Bahasa Jawa , ( 1273 H ) ;
700 Nadzam Do'a dan Jawabannya ( 1270 - 1273 H ) ;
Puluhan Tanbih Rejeng , Masalah Agama ( 1273 H ) ;
Shihatun Nikah , Mukhtashar Tabyanal Islah ( 1270-an H );
Nadzam Wiqoyah ( 1270 -an H )
Kitab - Kitab , Surat Wasiat dan Tanbih yang disusun di Ambon[sunting | sunting sumber]
Targhibul Mathlabah , Berisi Bab Ushuliddin ( 1274 H ) ;
Kaifiyatul Miqshadi , Berisi Bab Fiqih ( 1275 H ) ;
Nasihatul Haq , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
Hidayatul Himmah , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
60 Buah kitab Tanbih bahasa Melayu ( 1275 H );
Surat wasiat kepada Maufuro dan Murid - Murid lainnya ! ( 1275 H ) ;
Perlu diketahui bahwa kitab Tanbih terdiri dari tiga halaman folio sebanyak 114 baris nadzam dan di dalam setiap tanbih membahas satu masalah agama yang berbeda dengan nyang lain , berati dalam 500 tanbih terdapat 500 judul. Kalau tiap satu tanbih dapat dihitung sebuah kitab , maka kitab - kitab karangan syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai ada 562 Kitab yang dikarang di Pulau Jawa saja, kitab - kitab yang dikarang di Ambon yang terdiri dari 60 Tanbih dan 4 kitab bahasa melayu serta dua surat wasiat kepada Maufuro, jadi kalau ditotal semua karangan Guru Besar Tarjumah ada 627 buah kitab.
Adapun data mengenai nama kitab, tahun selesai dikarang, dan kandungan bersumber pada :
- Jadwal Kitab yang disusun oleh Kiai Ahmad Nasihun bin Abu Hasan Paesan tengah Kedungwuni Pekalongan ( 1966 M ) ;
- Kitab - kitab karangan Kiai Haji Ahmad Rifai dipulau Jawa
- Buku Sejarah Nasional karangan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo , Nugroho Notosusanto dkk. Masa Akhir Perjuangan Dia Di Pulau Jawa
Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah tahun permulaan krisis bagi gerakan Syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai . Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab karangan ( dan Hasil tulisan tangan dia ) disita oleh pemerintah Belanda , disamping itu para murid dan Ahmad Rifai sendiri terus - menerus mendapat tekanan Ratu Kafir Tanah Jawa ( RKTJ Bukan GITJ ) yaitu Belanda . Sebelum Haji Ahmad Rifai diasingkan dari kaliwungu KendalSemarang , tuduhan yang dikenakan hanyalah persoalan menghasut pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara beberapa hari di Kendal , Semarang dan terakhir di Wonosobo .
Maka selama di Kalisalak persidangan panjang dialaminya , menghasut , mendoktrin jamaah membuat Syair - Syair protes dan beberapa Kitab yang isinya menyinggung Anti kolonial Belanda dan Kroni - kroninya serta mengkader pejuang pejuang militan di Pesantrennya adalah selalu menjadi tuduhannya. Tuduhan itu dari wedono Kalisalak yang meminta agar Haji Ahmad Rifai diasingkan dari Kalisalak ternyata tidak bisa dibuktikan sebagaimana dalam surat keputusan kelima dari Gubernur Jenderal Duymaer Van Twist yang dibuat pada tanggal 2 Juli 1855menyatakan bahwa seluruh tuduhan terhadap Haji Ahmad Rifai belum bisa dibuktikan , dan perlu diperiksa dalam persidangan biasa . Untuk sementara waktu waktu perkara tersebut ditutup.
Pada tahun 1856 Jendral Albertus Jacub Duymaer Van Twist oleh Jendral Charles Ferdinand Pahud, Wedono Kalisalak memandang perlu untuk mengangkat kembali permasalahan pengasingan Kiai Haji Ahmad Rifai , namun ternyata jendral Pahud pun menyatakan menolak sebagaimana yang ditulis dalam suratnya tertanggal 23 November 1858. Akan tetapi tekad dan dendam Iblis Wedono Kalisalak tidak berhenti sampai disini , Dia menulis surat kepada Bupati Batang tertanggal 19 April 1859 No.1 A yang isinya diteruskan ke Karisidenan Pekalongan oleh bupati Batangpada tanggal 24 April 1859 No.29 . Inti surat tersebut isinya adalah sebagaimana bunyi surat yang pernah dikirim sebelumnya tertanggal 9 November 1858 No.578 dan 5 November 1858 No.700, mengigat belum juga mendapat perhatian dari Residen Pekalongan, maka diperjelas lagi dengan suratnya tertanggal 29 April 1859. Selain itu pada tanggal 30 April 1859 Residen Pekalongan menulis surat kepada Buiten Zorg diBogor yang isinya agar Kyai Haji Ahmad Rifai disidangkan ke pengadilan dan diasingkan dari Kalisalak. Pada tanggal 6 Mei 1859 secara resmi Haji Ahmad Rifai dipanggil Residen Pekalongan Franciscus Netscher untuk pemeriksaan terakhir dan syarat untuk memenuhi pengasingan keAmbon. Sejak tanggal 6 Mei 1859 Haji Ahmad Rifai sudah tidak diperkenankan kembali ke rumah lagi untuk menunggu keberangkatan pengasingan hingga tanggal 9 Mei 1859, berdasarkan surat keputusan No.35 tertanggal 19 Mei 1859 K.H. Ahmad Rifai meninggalkan jamaah beserta para keluarganya karena mulai hari itu dia diasingkan di Ambon,Maluku.
Setelah dua tahun Haji Ahmad Rifai di Ambon dia telah mengirim kitab sebanyak empat buah dalam bahasa Melayu dan 60 buah judul Tanbih berbahasa Melayu juga surat wasiat tertanggal 21 Dzulhijjah 1277 H kepada menantunya Kyai Maufura bin Nawawi di Keranggongan, Batangyang isinya agar para muridnya beserta keluarganya jangan sekali-kali taat pada pemerintah Belanda dan orang-orang yang berkolaborasi dengannya. Setelah di Ambon Haji Ahmad Rifai bersama Kyai Modjo dan 46 ulama lainnya dipindahkan ke kampung Jawa Tondano, Manado,Sulawesi Utara karena ia bersama ulama-ulama Tarojumah menganggap perlu lahirnya organisasi Rifaiyah secara nasional , dan dia tinggal disana untuk menanti panggilan dari sang Robb, Dia wafat dengan tenang sebagai " Pahlawan Islam dan bukan Pahlawan Nasional" pada Kamis25 Robiul Akhir 1286 H (usia 86 tahun) , ada riwayat lain yang mengatakan dia wafat pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar, karena itu berarti dia panjang umur) di kampung Jawa Tondono Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan dimakamkan dikomplek makam pahlawan kiai Modjo disebuah bukit yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton).