Laksda.TNI.Anm. Yos Sudarso

Skripsi
0
Laksamana Madya TNI (AntYosaphat Soedarso (lahir di SalatigaJawa Tengah24 November 1925 – meninggal di Laut Aru15 Januari 1962 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasionalIndonesia.[1] Ia gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora. Namanya kini diabadikan menjadi nama KRI dan pulau.
Yos Soedarso menganut agama Kristen, dan menikah dengan Siti Kustini (1935-2006) pada tahun 1955dan meninggalkan lima orang anak (dua di antaranya meninggal).



Biografi

Yos Sudarso lahir dari pasangan Sukarno Darmoprawiro (polisi) dan Mariyam. Yos berperawakan kecil, cerdas, pembawaannya tenang, dan santun. Saat anak-anak, Yos bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School), setingkat SD, di Salatiga. Setelah tamat dari HIS pada tahun 1940, orang tuanya menginginkan Yos menjadi guru, tapi ia malah masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Semarang. Baru 5 bulan di situ, Jepang datang. Yos pun kembali ke Salatiga, kemudian masuk SMP Negeri di sana. Dia berhasil menamatkan pendidikan SMP pada tahun 1943. 
Setelah lulus SMP, Yos masuk ke Sekolah Guru di Muntilan, namun sekolah ini tidak dapat ditamatkannya karena pada masa itu terjadi peralihan pendudukan dari Belanda ke Jepang. Pada zaman pendudukan Jepang, Yos melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang selama setahun dan mengikuti pendidikan opsir di Goo Osamu Butai. Di sana, Yos termasuk salah satu lulusan terbaik. Oleh karena itu, pada tahun 1944, ia dipekerjakan sebagai mualim di Kapal Goo Osamu Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Yos Sudarso bergabung dengan BKR Laut, yang selanjutnya dinamakan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Pada waktu itu, Angkatan Laut belum memiliki armada. Kapal-kapal yang ada sangat sedikit, beberapa di antara yang ada adalah kapal-kapal kayu peninggalan Jepang. Selama di BKR Laut, Yos Sudarso sering ikut dalam operasi-operasi militer untuk memadamkan pemberontakan di daerah. Yos juga turut dalam Operasi Lintas Laut hingga ke Kepulauan Maluku.
Sesudah pengakuan kedaulatan RI, Yos diangkat menjadi komandan kapal, mula-mula di KRI Alu, KRI Gajah Mada, kemudian KRI Rajawali, dan akhirnya KRI Pattimura. Pada tahun 1958, Yos pernah menjabat sebagai hakim pengadilan tentara walau hanya sekitar 4 bulan.
Setahun berikutnya, 1959, terjadilah pergolakan di dalam tubuh Angkatan Laut. Masalahnya, sebagian anggota tidak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh pimpinan Angkatan Laut. Bersama Letnan Kolonel Ali Sadikin, Yos Sudarso menuntut supaya Kepala Staf Angkatan Laut, Laksama Subiyakto, diganti. Pemerintah pun mempertimbangkan usulan mereka dan mengambil tindakan cepat dengan mengangkat Kolonel R.E. Martadinata menjadi Kepala Staf. Pada tanggal 10 Oktober 1959, Yos Sudarso diangkat menjadi Deputi I/Operasi. Empat hari kemudian, Yos naik pangkat menjadi Letnan Kolonel, dan kurang dari 3 bulan kemudian, Yos menjabat sebagai Kolonel. Genap 16 bulan setelah itu, pangkatnya naik lagi menjadi Komodor (kini Laksamana Pertama).
 Sebagai rekan sekerja, Yos ditugaskan untuk mendampingi Mayor R.E. Martadinata di Italia dalam mengawasi pembuatan kapal perang yang dipesan pemerintah RI.
Bersamaan dengan meningkatnya jabatan Yos, keadaan wilayah Indonesia, khususnya Irian Jaya semakin terancam oleh keberadaan Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat (TRIKORA) sebagai upaya untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda.
 Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Sebagai Deputi Operasi, Yos Sudarso memikul tugas yang berat. Pada tanggal 15 Januari 1962, ia mengadakan patroli di daerah perbatasan, yakni di Laut Aru dengan membawa 3 kapal jenis MTB, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. 
Rupanya Belanda sudah mencium strategi Yos, mereka lantas mengejar kapal-kapal milik Indonesia dengan menggunakan kapal perusak (destroyer). Yos Sudarso mengeluarkan perintah untuk bertempur, walaupun lawan yang dihadapi lebih kuat. KRI Macan Tutul di bawah pimpinan Yos Sudarso berusaha menarik perhatian agar 2 kapal lainnya menjauh. Namun, karena kekuatan kapal Belanda dan Indonesia tidak imbang, KRI Macan Tutul pun tenggelam, sedangkan 2 kapal lainnya -- KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang, berhasil meloloskan diri. Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awak kapal yang ditumpanginya gugur sebagai pahlawan bangsa.
Almarhum Yos Sudarso, meninggalkan seorang istri, Siti Mustini, dan 5 anak (dua di antaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun. Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan, namanya pun diabadikan menjadi nama armada angkatan Laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia.

Post a Comment

0Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !